Jumat, 01 Juli 2011

Hutan Kaltim, Sumber Obat Alami Kini, Ada Teh Celup buat Liver dan Kanker

MASA kejayaan industri kehutanan, khususnya industri perkayuan, telah lewat. Kayu sebagai bahan utama industri tersebut terus menyusut. Tapi, pemanfaatan hutan tak sebatas kayu. Hutan Kaltim menyimpan berbagai tanaman obat yang berkhasiat untuk penyakit liver sampai kanker.
Menurut peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul), Enos Tangke Arung, hutan Kaltim sangat kaya akan jenis tanaman obat. “Tanaman di hutan tropis kita sangat menantang untuk dibuktikan khasiatnya secara ilmiah,” katanya.
Dia menegaskan, penelitian terhadap tanaman obat di hutan Kaltim sangat penting. Enos menyebut beberapa alasan. Pertama, di dunia, baru sekitar 70 ribu dari 2,5 juta jenis tanaman yang sudah digunakan secara tradisional dan digunakan dalam perdagangan internasional.
Sekitar 50 persen obat klinik yang digunakan sekarang berasal dari alam. “Selain itu, 80 persen populasi dunia di negara berkembang masih bergantung kepada tanaman obat untuk pengobatan sehari-hari,” katanya.
Alasan berikutnya, harga obat yang semakin mahal dan makin gencarnya peneliti dunia mencari bahan obat baru.
Enos mengakui, dari banyak penelitian dilakukan di Unmul tentang tanaman obat, sebagian besar belum diolah menjadi produk yang siap dipasarkan ke masyarakat.
Salah satu produk yang berhasil dibuat adalah teh celup Tahongai. Penelitiannya dikerjakan Laboratorium Kimia Hasil Hutan (KHH) Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul selama 2-3 tahun dengan dana dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Enos menjelaskan, tanaman Tahongai (Kleinhopia hospita) telah diproduksi menjadi teh celup bekerjasama dengan perusahan Herbal Samarinda, Abihira Herbal Center.
“Teh ini sudah diperkenalkan saat Penas XIII di Tenggarong, dan mendapat tanggapan positif,” ujarnya. Teh itu, kata Enos, daunnya berkhasiat digunakan sebagai obat liver, seperti, penyakit kuning dan hepatitis A/B. “Juga dapat mematikan pertumbuhan sel kanker hati sekitar 60-80 persen,” sebutnya.
Itu hanya salah satu, masih ada beberapa kegiatan penelitian dan pengembangan yang sedang dikerjakan di laboratorium itu untuk menjadikan tanaman hutan Kaltim sebagai produk kesehatan.
Di antaranya, tanaman hutan aromatik yang menghasilkan minyak atsiri. “Sedang dikembangkan untuk pembersih udara dalam ruangan atau pengurangan bahan polutan dalam ruangan,” kata Enos.
Ada pula pengembangan tanaman sebagai bahan kosmetik pemutih kulit, antioksidan, dan anti-jerawat.
“Pengawet makanan alami pengganti formalin, pewarna alami, sampai pengembangan sebagai bahan anti-karies gigi,” sebut doktor lulusan Universitas Kyushu, Jepang ini.
Sementara itu, Kepala Laboratorium KHH, Irawan Wijaya Kusuma, mengatakan, untuk menunjang pencapaian kegiatan penelitian dan pengembangan itu, mereka bekerjasama dengan beberapa institusi luar negeri.
“Ada MoU antar laboratorium,” katanya.
MoU, di antaranya, dilakukan dengan Systematic Forest Product Science Laboratory, Agriculture Faculty, Kyushu University, Fukuoka, Japan, dan Herbal Pharmaceutical Engineering Laboratory, Daegu Haany University, Daegu, Korea Selatan.
Enos dan Irawan berharap masyarakat makin menyadari pentingnya menjaga kelestarian hutan guna kepentingan di masa yang akan datang. Daripada menjual lahan untuk pertambangan, lebih baik mengoptimalkan hasil hutan secara alami. Hasilnya, kata mereka, mungkin tak seberapa dibandingkan keuntungan menjual lahan. Tetapi, lebih berkesinambungan. (wan/ha)


http://www.kaltimpost.co.id/index.php/main/pr?mib=berita.detail&id=104778#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar